Banten Peras: Simbol Sukses dalam Upacara Agama Hindu Bali
Dalam peribadatan agama Hindu di Bali, terdapat sebuah sarana penting yang disebut Banten Peras. Nama "Peras" berasal dari kata yang berarti "resmi" atau "sah". Dari arti tersebut, Banten Peras memiliki tujuan untuk mengesahkan dan meresmikan suatu upacara keagamaan yang telah dilaksanakan secara lahir dan batin.
Secara lahiriah, Banten Peras diwujudkan sebagai sarana persembahan, sementara secara batiniah, permohonan dipanjatkan melalui persembahan tersebut. Kata "Peras" juga dapat dikonotasikan dengan "Perasaida" yang berarti berhasil.
Makna dan Fungsi Banten Peras
Dalam sebuah upacara keagamaan, jika tidak disertai dengan Banten Peras, maka upacara tersebut dianggap tidak sah atau tidak berhasil (Tan Paraside). Oleh karena itu, Banten Peras menjadi simbol kesuksesan, yang mengandung nilai-nilai konsep hidup yang sukses.
Konsep hidup sukses tersebut ditanamkan dalam hati umat Hindu melalui natab banten. Selain itu, Banten Peras juga berisi sebuah pernyataan dan permohonan agar hidup sukses dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Komponen Banten Peras
Dalam Yadnya Prakerti disebutkan bahwa Peras merupakan lambang Hyang Triguna Sakti. Demikian pula dalam penyelenggaraan Pamrelina Banten, disebutkan bahwa Peras adalah pamulihing hati, yang berarti kembali ke hati atau bentuk sugesti untuk pikiran yang telah berhasil melaksanakan sebuah keinginan dan mencapai tujuan.
Penggunaan Peras memiliki perlengkapan yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu:
1. Taledan/Tamas/Ceper
Merupakan dasar dari semua bagian Banten Peras. Taledan terdiri dari 2 lembar, di mana lembar pertama hanya dibingkai di bagian bawah dan atas, sedangkan lembar kedua dibingkai secara keseluruhan di bagian sisinya. Tamas melambangkan cakra atau perputaran hidup atau simbol kekosongan yang murni.
2. Tampelan, Benang Tukelan, dan Uang
Tampelan terdiri dari dua lembar sirih yang diisi pinang dan kapur, yang diletakkan berhadapan, dilipat, dan dijahit menggunakan benang tukelan putih dan uang. Tampelan melambangkan porospusat sebagai lambang Tri Murti, sedangkan benang tukelan melambangkan kesucian dan alat pengikat yang bersifat satwam, sebagai lambang persiapan untuk memperoleh keberhasilan. Persiapan tersebut meliputi pikiran, ucapan, pandangan, pendengaran, dan tujuan yang benar. Uang melambangkan Dewa Brahma sebagai kekuatan dalam menciptakan hidup dan sumber kehidupan.
3. Tumpeng
Di bagian depan dasar tampelan, uang, dan benang tukelan, diletakkan dua tumpeng sebagai simbol baik dan buruk. Tumpeng melambangkan kristalisasi duniawi menuju rohani. Dua tumpeng ini dapat menghasilkan sebuah ciptaan jika kekuatan Purusan dan Pradhana disatukan, sehingga tercapai kesuksesan. Tumpeng terbuat dari nasi dan dibentuk kerucut dengan besar seukuran kojong yang terbuat dari daun pisang dan janur. Tumpeng berfungsi sebagai suguhan kepada Hyang Widhi.
4. Rerasmen
Rerasmen atau lauk pauk terdiri dari kacang-kacangan goreng, saur sambal ikan, kecarum, terung, mentimun, dan lainnya. Alasnya menggunakan tangkih atau ceper kacang dengan ukuran lebih kecil dibandingkan ceper canang. Di beberapa daerah, kojong rangkada digunakan sebagai alas rerasmen, yang berupa satu taledan berbentuk segitiga dengan ukuran agak besar dan di dalamnya diletakkan empat kojong janur.
Selain komponen di atas, terdapat pula jajan dan sampyan peras dalam Banten Peras. Semua komponen dalam Peras memiliki makna dan fungsi penting yang harus ada. Banten Peras menjadi salah satu bagian penting dalam upacara agama Hindu di Bali, yang melambangkan kesuksesan dan kebahagiaan hidup.